Jumat, 13 Agustus 2010

Beratnya jadi Guru


Yang pertama dan paling utama, Guru itu harus dihormati muridnya. Bukan karena takut (muka sangar, kumis tebal, badan besar, penggaris kayu ditangan). Tapi karena berwibawa, sehingga murid menjadi segan padanya.

Guru harus mampu mengatur kelas sedimikian rupa sehingga tercipta suasana belajar yang mendukung dan nyaman untuk belajar. Tidak ada murid yang bermain-main, lari-larian, bertengkar, menangis, guyonan, pacaran, bal-balan, berenang, layangan, bekelan dan lain sebagainya. Guru harus mampu membuat murid dalam satu kelas untuk melihat padanya, memperhatikannya, hormat dan patuh padanya. Sebisa mungkin seorang guru harus mampu melakukan semua itu. Bagaimanapun caranya pokoknya harus bisa, bisa, dan bisa. Hal inilah yang paling sulit dipelajari dan yang paling sering membuat banyak orang ilfill untuk menjadi guru. Sehingga dengan alasan tidak berbakat lah, ini lah itu lah mereka berusaha mati-matian untuk menghindari pekerjaan ini. Mereka tidak sama sekali tidak salah. Saya yakin niat mereka baik. Mereka hanya tidak ingin membiarkan bibit-bibit harapan negeri ini, generasi muda bangsa ini, rusak dan hancur karena ulah mereka. Mereka yakin diluar sana masih banyak orang-orang yang lebih tepat, lebih mampu, lebih kompeten untuk menjadi guru.

Trus bagaimana dengan orang-orang yang jadi guru karena terpaksa?
Setelah berjuang mencoba membiasakan diri dengan terus bekerja menjadi guru. Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti bulan, tahun. Pembiasaan diri itu pun akhirnya tidak kunjung menunjukkan hasil. Tak terasa waktupun terus berlalu dengan cepatnya. Baru sadar dia betapa berat dan besar tanggung jawab, tekanan, siksaan, yang harus dipikulnya kalau dia terus bertahan sebagai seorang guru. Dia pun akhirnya melompat, berlari, berguling-guling, salto, kayang, dan akhirnya diapun lelah. Duduk terdiam, membisu, membeku, tolah-toleh, clingak-clinguk. Akhirnya diapun menyerah pasrah, lemas tak berdaya. Kayaknya memang sudah tidak ada lagi jalan baginya untuk mundur, dan terlepas dari belenggu keguruan ini. TIDA.......K!!!!


Mungkin ada juga yang jadi guru karena nyasar? Nyasarnya bisa bermacam:
  1. Memilih jadi guru karena ngelamar dimana-mana ga ada yang tembus. Jadi deh, daripada nganggur diapun jadi guru. Akhirnya ngajarpun dibikin santai. Asal ngajar, asal ngomong, asal nguap. Murid rame dibiarkan aja. Sering bikin2 alasan biar terhindar dari jam mengajar. Masuk telat pulang duluan. Begitu seterusnya.
  2. Waktu kuliah dulu entah bagaimana ceritanya, dia masuk jurusan keguruan. Pengen menolak kok eman karena udah terlanjur diterima. Ga enak ama mama papa, kakek nenek, Saudara kandung, saudara jauh, deket, tiri dan sejenisnya yang udah terlanjur loncat2 kegirang, menangis bahagia, teriak histeris, berlarian kesana kemari, karena mendengar anaknya diterima kuliah. Kalaupun menolakpun nanti bingung juga mau kuliah dimana? Singkat cerita dia lulus, lalu jadi guru deh. Mau jadi ap lagi? Masak jadi spiderman? CUCIA......N DEH LOE.
Beberapa gelintir orang mencoba tegar dengan segala keterpaksaan diatas. Mengharapkan kesaktian dari kata2 sang pepatah:

TRESNO JALARAN SOKO KULINO (Rasa senang itu akan tumbuh karena terbiasa)

BISA KARENA TERBIASA

BIARKAN ANJING MENGGONGONG, JAMILAH TETAP PEMALU

ADA GULA ADA SEMUT

ADA APA............. DE...NGA...N MU........TZ

OK!!!
Kembali ke LAPTOP.

Guru itu harus pintar, rajin dan tekun. Tidak harus hapal materi, tapi harus paham materi. Tidak harus memahami semua materi. Tapi cukup memahami materi yang akan diajarkannya besok. Tidak hanya memahami, tapi juga harus bisa membuat murid menjadi paham.

Guru harus menyiapkan dirinya dengan rencana jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Jangka pendek.

Guru harus sudah menyiapkan bahan materi yang akan di sampaikan esok hari. Dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Materi yang disampaikan harus mengacu pada kurikulum. Tidak asal comot dan tidak asal nguap.
  2. Penyampaian harus dengan metode yang sesuai agar murid tidak jenuh. Sesuai dengan materi yang disampaikan, sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa, sesuai dengan kondisi kelas (sarana dan prasarana). Jangan terus-terusan ceramah, dan kebanyakan mencatat.
  3. Materi harus padat berisi. Jangan sampai ada murid yang menganggur sampai jam mata pelajaran habis.
Jangka Menengah

Guru harus mampu mengatur antara banyaknya materi, kemampuan murid dan waktu yang tersedia. Sehingga tidak ada ceritanya sampai ada materi yang belum diajarkan atau ketinggalan. Bahkan lebih parah lagi kalu sampai ada murid yang masih belum mengerti.

Jangka Panjang

Guru tidak boleh hanya sekedar mengajar saja. Melainkan juga harus mampu mendidik dalam beberapa hal, sebagai berikut:
  1. Disiplin.Guru harus mampu mendisiplinkan muridnya. Baik dalam urusan belajar, waktu, maupun sikap yang baik. Tidak boleh hanya ngomong saja, melainkan juga harus mampu di jadikan contoh. Contoh di lingkungan sekolah, maupun contoh dikehidupan sehari-hari dilingkungan masyarakat.
  2. Motivasi. Guru harus mampu membangkitkan semangat muridnya untuk belajar. Bukan dengan ditakuti, karena hal ini akan membuat murid terlihat semangat saat di depan guru tapi melempem saat di belakang guru. Memotivasi yang bagus harus dengan diberi pengertian sehingga semangat murid bisa muncul dan tumbuh dengan sendirinya.

Artikel Terkait

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...